Waspadai bahaya "SYIRIK" yang sering diucapkan

Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Alloh, padahal kamu mengetahui.” (Al Baqoroh [2]: 22)

Lebih samar dari jejak semut di atas batu hitam di tengah kegelapan malam

Sahabat Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma –yang sangat luas dan mendalam ilmunya- menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan,”Yang dimaksud membuat sekutu bagi Alloh dalam ayat di atas adalah berbuat syirik.

Syirik adalah suatu perbuatan dosa yang lebih sulit (sangat samar) untuk dikenali daripada jejak semut yang merayap di atas batu hitam di tengah kegelapan malam.”

Kemudian Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma mencontohkan perbuatan syirik yang samar tersebut seperti,

‘Demi Alloh dan demi hidupmu wahai fulan’,

‘Demi hidupku’ atau ‘Kalau bukan karena anjing kecil orang ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri itu’ atau

‘Kalau bukan karena angsa yang ada di rumah ini tentu datanglah pencuri-pencuri itu’,

dan ucapan seseorang kepada kawannya ‘Atas kehendak Alloh dan kehendakmu’, juga ucapan seseorang ‘Kalau bukan karena Alloh dan karena fulan’.

Akhirnya beliau rodhiyallohu ‘anhuma mengatakan,

”Janganlah engkau menjadikan si fulan (sebagai sekutu bagi Alloh) dalam ucapan-ucapan tersebut.

Semua ucapan ini adalah perbuatan SYIRIK.” (HR. Ibnu Abi Hatim) (Lihat Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad At Tamimi)

Itulah syirik.

Ada sebagian yang telah diketahui dengan jelas seperti menyembelih, bernadzar, berdo’a, meminta dihilangkan musibah (istighotsah) kepada selain Allah. Dan terdapat pula bentuk syirik (seperti dikatakan Ibnu Abbas di atas) yang sangat sulit dikenali (sangat samar). Syirik seperti ini ada 2 macam.

Pertama,
syirik dalam niat dan tujuan. Ini termasuk perbuatan yang samar karena niat terdapat dalam hati dan yang mengetahuinya hanya Alloh Ta’ala. Seperti seseorang yang sholat dalam keadaan ingin dilihat (riya’) atau didengar (sum’ah) orang lain. Tidak ada yang mengetahui perbuatan seperti ini kecuali Allah Ta’ala.

Kedua,
syirik yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Syirik seperti ini adalah seperti syirik dalam ucapan (selain perkara i’tiqod/keyakinan). Syirik semacam inilah yang akan dibahas pada kesempatan kali ini. Karena kesamarannya lebih dari jejak semut yang merayap di atas batu hitam di tengah kegelapan malam. Oleh karena itu, sedikit sekali yang mengetahui syirik seperti ini secara jelas.

Berikut ini beberapa contoh syirik yang masih samar, dianggap remeh, dan sering diucapkan dengan lisan oleh manusia saat ini.

Mencela Makhluk yang Tidak Dapat Berbuat Apa-apa

Perbuatan seperti ini banyak dilakukan oleh kebanyakan manusia saat ini

Lidah ini begitu mudahnya mencela makhluk yang tidak mampu berbuat sedikit pun, seperti di antara kita sering mencela waktu, angin, atau pun hujan.

Misalnya dengan mengatakan,
‘Bencana ini bisa terjadi karena ini adalah bulan Suro’ atau mengatakan
‘Sialan! Gara-gara angin ribut ini, kita gagal panen’ atau dengan mengatakan pula, ‘Aduh!! hujan lagi, hujan lagi’.

Lidah ini begitu mudah mengucapkan perkataan seperti itu.
Padahal makhluk yang kita cela tersebut tidak mampu berbuat apa-apa kecuali atas kehendak Alloh.

Mencaci mereka pada dasarnya telah mencaci, mengganggu dan menyakiti yang telah menciptakan dan mengatur mereka yaitu Alloh Ta’ala.

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Alloh Ta'ala berfirman, ‘Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.’ ” (HR. Bukhori dan Muslim).

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,”Janganlah kamu mencaci maki angin.” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shohih)

Dari dalil-dalil ini terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu), angin dan makhluk lain yang tidak dapat berbuat apa-apa adalah terlarang.

Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari sesuatu yang jelek yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk dan ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Alloh.

Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Alloh sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini termasuk keharaman, tidak sampai derajat syirik.

Dan bila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan,’Hari ini sangat panas sekali, sehingga kita menjadi capek’-, tanpa tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidak apa-apa.

Bersumpah dengan menyebut Nama selain Alloh

Bersumpah dengan nama selain Alloh juga sering diucapkan oleh orang-orang saat ini, seperti ucapan tri satya Pramuka,
‘Demi Kehormatanku ‘Aku bersumpah,... ...’. Semua perkataan seperti ini diharamkan bahkan termasuk syirik.

عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ قَالَ سَمِعَ ابْنُ عُمَرَ رَجُلاً يَحْلِفُ لاَ وَالْكَعْبَةِ فَقَالَ لَهُ ابْنُ عُمَرَ إِنِّى سَمِعْتُ

رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ ».

Dari Sa’ad bin Ubadah, suatu ketika Ibnu Umar mendengar seorang yang bersumpah dengan mengatakan ‘Tidak, demi Ka’bah’ maka Ibnu Umar berkata kepada orang tersebut, Aku mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bersumpah dengan selain Alloh maka dia telah melakukan kesyirikan” (HR Abu Daud no 3251, dinilai shohih oleh al Albani).

عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ حَلَفَ بِالأَمَانَةِ

فَلَيْسَ مِنَّا ».

Dari Ibnu Buraidah dari Buraidah, Rosululloh bersabda, “Barang siapa yang bersumpah dengan amanah maka dia bukanlah umatku” (HR Abu Daud no 3253, dinilai shohih oleh al Albani).

Oleh karena itu tidak diperkenankan untuk bersumpah dengan Ka’bah, amanah, kehormatan, pertolongan, barokah fulan, kehidupan fulan, kedudukan nabi, kedudukan wali, bapak, ibu dan tidak pula dengan kepala anak. Ini semua hukumnya haram. Barang siapa yang terjerumus ke dalamnya maka kaffarah/tebusannya adalah dengan mengucapkan laa ilaha illallah sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang shahih.

Karena hal tersebut menunjukkan bahwa dalam hatinya mengagungkan selain Alloh kemudian digunakan untuk bersumpah.

Padahal pengagungan seperti ini hanya boleh diperuntukkan kepada Alloh Ta’ala semata. Barangsiapa mengagungkan selain Alloh Ta’ala dengan suatu pengagungan yang hanya layak diperuntukkan kepada Alloh Ta’ala, maka dia telah terjatuh dalam syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam).

Namun, bila orang yang bersumpah tersebut tidak meyakini keagungan sesuatu yang dijadikan sumpahnya tersebut sebagaimana keagungan Alloh Ta’ala, maka dia telah terjatuh dalam syirik ashgor (syirik kecil yang lebih besar dari dosa besar).

Berhati-hatilah dengan bersumpah seperti ini karena Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya,”Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Alloh, maka ia telah berbuat kekafiran atau kesyirikan.” (HR. Tirmidzi dan Hakim dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jaami’)

Jadi bersumpah dengan selain Alloh adalah syirik besar yang mengeluarkan dari Islam jika diiringi keyakinan bahwa makhluk yang disebutkan dalam sumpah tersebut sederajat dengan Alloh dalam pengagungan dan dalam keagungan. Jika tidak ada unsur ini maka hukumnya adalah syirik kecil.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ – رضى الله عنهما أَنَّهُ أَدْرَكَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ فِى رَكْبٍ وَهْوَ يَحْلِفُ بِأَبِيهِ ،

فَنَادَاهُمْ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَلاَ إِنَّ اللَّهَ يَنْهَاكُمْ أَنْ تَحْلِفُوا بِآبَائِكُمْ ،

فَمَنْ كَانَ حَالِفًا فَلْيَحْلِفْ بِاللَّهِ ، وَإِلاَّ فَلْيَصْمُتْ »

Dari Ibnu Umar, sesungguhnya beliau menjumpai Umar bin al Khattab bersama suatu rombongan. Saat itu Umar bersumpah dengan menyebut nama bapaknya. Nabipun lantas memanggil rombongan tersebut lalu bersabda, “Ingatlah sesungguhnya Alloh melarang kalian untuk bersumpah dengan menyebut nama bapak-bapak kalian. Siapa yang hendak bersumpah maka hendaknya bersumpah dengan Alloh atau jika tidak diam saja” (HR Bukhori no 5757).

Menyandarkan nikmat kepada selain Alloh

Perbuatan ini juga dianggap sepele oleh kebanyakan orang saat ini.
Padahal menyandarkan nikmat kepada selain Alloh termasuk syirik dan kekufuran kepada-Nya.

Alloh Ta’ala berfirman tentang orang yang mengingkari nikmat Alloh dalam firman-Nya yang artinya,”Mereka mengetahui nikmat Alloh, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” (An Nahl: 83)

‘Mengenal berbagai nikmat Alloh (yaitu semua nikmat yang disebutkan dalam surat An Nahl) dengan hati mereka, namun lisan mereka menyandarkan berbagai nikmat tersebut kepada selain Alloh. Atau mereka mengatakan nikmat tersebut berasal dari Alloh, akan tetapi hati mereka menyandarkannya kepada selain Alloh’.

Menyandarkan nikmat kepada selain Alloh termasuk syirik karena orang yang menyadarkan nikmat kepada selain Alloh berarti telah menyatakan bahwa selain Alloh-lah yang telah memberikan nikmat (ini termasuk syirik dalam tauhid rububiyah).

Dan ini juga berarti dia telah meninggalkan ibadah syukur. Meninggalkan syukur berarti telah menafikan (meniadakan) tauhid.

Setiap hamba mempunyai kewajiban untuk bersyukur atas nikmat yang telah Alloh berikan.

Contoh dari hal ini adalah mengatakan ‘Rumah ini adalah warisan dari ayahku’. Jika memang cuma sekedar berita tanpa melupakan Sang Pemberi Nikmat yaitu Alloh, maka perkataan ini tidak mengapa.

Namun, yang dimaksudkan termasuk syirik di sini adalah jika dia mengatakan demikian dan melupakan Sang Pemberi Nikmat yaitu Alloh Ta’ala.

Marilah kita berusaha tatkala mendapatkan nikmat, selalu bersyukur pada Alloh dengan memenuhi 3 rukun syukur, yaitu:

[1] Mensykuri nikmat tersebut dengan lisan,

[2] Mengakui nikmat tersebut berasal dari Alloh dengan hati, dan

[3] Berusaha menggunakan nikmat tersebut dengan melakukan ketaatan kepada Alloh.

Perbaikilah Diri

Jarang sekali manusia mengetahui bahwa hal-hal di atas termasuk kesyirikan dan kebanyakan orang selalu menyepelekan hal ini dengan sering mengucapkannya . Padahal Alloh Ta’ala telah berfirman yang artinya,”Sesungguhnya Alloh tidak mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni dosa yang berada di bawah syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisa [4]: 116).

Oleh karena itu, sangat penting sekali bagi kita untuk mempelajari aqidah di mana perkara ini sering dilalaikan dan jarang dipelajari oleh kebanyakan manusia. Aqidah adalah poros dari seluruh perkara agama. Jika aqidah telah benar, maka perkara lainnya juga akan benar. Jika aqidah rusak, maka perkara lainnya juga akan rusak.

Hendaknya pula kita memperbaiki diri dengan selalu memikirkan terlebih dahulu apa yang kita hendak ucapkan.

Ingatlah sabda Nabi yang mulia shollallohu ‘alaihi wa sallam,”Boleh jadi seseorang mengucapkan suatu kata yang diridhai Alloh namun tidak ia sadari, sehingga karena ucapannya ini Alloh mengangkat derajatnya. Namun boleh jadi seseorang mengucapkan suatu kata yang dimurkai Alloh dan tidak ia sadari, sehingga karena ucapannya ini Alloh memasukkannya dalam neraka.” (HR. Bukhori)

Jika kita sudah terlanjur melakukan syirik yang samar ini, maka leburlah dengan do’a yang pernah diucapkan Nabi kita shollallohu ‘alaihi wa sallam:

’Allahumma inni a’udzubika an usyrika bika sya’an wa ana a’lamu wa astaghfiruka minadz dzanbilladzi laa a’lamu’

(Ya Alloh, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan menyukutakan-Mu dengan sesuatu padahal aku mengetahuinya. Aku juga memohon ampunan kepada-Mu dari kesyirikan yang tidak aku sadari) (HR. Ahmad).

0 Response to "Waspadai bahaya "SYIRIK" yang sering diucapkan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel