Peliharalah Rasa Malumu!

Di akhir zaman akhir ini, istilah malu mungkin hanya slogan. Orang yang masih memiliki rasa malu mungkin sangat langka. Yang ada justru sebaliknya. Yang dapat kita jumpai di hampir semua lapisan sosial, baik, individu, keluarga, masyarakat atau institusi sosial atau dalam hidup bernegara.

Tiap hari, kita disuguhkan dengan cerita, pemandangan dan laporan yang seolah telah menguras habis naluri dan perasaan kita.

Karyawan yang sudah memiliki pasangan suami-istri tugas berdua dengan teman sekantor, kakek melecehkan cucunya, ayah menghamili anaknya, kakak berselingkuh dengan adik iparnya, Bupati atau mantan ketua organisasi besar melakukan korupsi, anak-anak para pejabat mabuk harta ketika orang tuanya sedang berkuasa, para penegak hukumnya mudah disuap, semua telah ada dan nyata di depan mata kita.

Boleh dikata, kejahatan moral berjalan secara sistematis dari kamar-kamar keluarga hingga ke ruang-ruang Istana.

Rasa malu (al haya’) dalam Islam adalah salah satu cabang iman.

Dalam sebuah hadits Rosululloh Muhammad mengatakan,

“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘La ilaha illalloh’ (tauhid), dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang iman.” (HR. Muslim dalam Kitab Iman, hadits nomor 51).

Dari sa’id bin Zaid ra bahwa seorang lelaki berkata: “Wahai Rosululloh berilah aku wasiat. Rosululloh saw bersabda: “Aku berwasiat kepadamu agar kamu malu kepada Alloh sebagaimana engkau malu kepada seorang lelaki shaleh dari kaummu”. [Al-Zuhd, Imam Ahmad hal: 46 dan Al-Syu’ab karangan Al-Baihaqi : 6/145-146 no: 7738]

Al-haya’, sangat berbeda dengan pengertian malu dalam kamus umum atau kamus psikologi yang mengambil istilah dari Barat, di mana mengartikan malu sebagai sesuatu rasa bersalah.

Al-haya’ adalah malu yang didorong oleh rasa hormat dan segan terhadap sesuatu yang dipandang dapat membuat dirinya terhina atau melanggar prinsip syariat. Jika seseorang hendak melakukan sesuatu perbuatan tetapi kemudian mengurungkan niatnya karena terdapat akibat jelek yang bisa menurunkan harkat dirinya dimata orang yang dihormati, maka dia telah memiliki sifat Al-haya’.

Dalam Islam, rasa malu termasuk dalam katagori akhlaq mahmudah (akhlaq terpuji). Karena itulah Nabi mengatakan, malu adalah sebagian dari iman. Rosululloh mengatakan, “Seseorang tidak akan mencuri bila ia beriman, tidak akan berzina bila ia beriman.” Bahkan Rosululloh juga menjelaskan qalilul haya’ (sedikit dan kurangnya malu), menyebabkan nilai ibadah menjadi hilang dan hapus.

Dalam kajian akidah-akhlaq malu itu dibagi tiga.

Pertama, malu terhadap diri sendiri. Merasa malu bila tidak menjalankan perintah dan tidak menjauhi larangan Allah swt.

Kedua, malu terhadap masyarakat. Merasa malu bila melakukan kemaksiatan atau kemungkaran.

Ketiga, malu kepada Alloh. Di manapun kita berada, kita malu tidak menaati-Nya. Sebab di manapun semua kita yakin Alloh pasti melihat dan mengawasi hamba-Nya.

Jenis Malu

Pertama, malu karena berbuat salah, sebagaimana malunya Nabi Adam As yang melarikan diri dari surga, seraya ditegur oleh Alloh SWT: “Mengapa engkau lari dari-Ku wahai Adam?” Adam kemudian menjawab: “Tidak wahai Robbi, hanya aku malu terhadap Engkau.”

Kedua, malu karena keterbatasan diri seperti malunya para malaikat yang senantiasa bertasbih siang dan malam. Pada hari kiamat mereka berkata: “Maha suci Engkau, kami tidak menyembah kepeda-Mu sebenar-benarnya.”

Ketiga, malu karena ma’rifah yang mendalam kepada Alloh SWT karena keagungan Alloh SWT atas seorang hamba seperti malunya Nabi Nuh As ditegor Alloh karena meminta keselamatan anaknya yang kafir.

Keempat, malu karena kehalusan budi, seperti malu Rosululloh Saw kepada para Sohabat dalam walimahnya dengan Zainab.

Kelima, malu karena kesopanan, seperti Ali bin Tholib malu bertanya kepada Rosululloh tentang hukum madzi.

Keenam, malu karena merasa hina kepada Alloh SWT, seperti malunya para Rosul ulul azhmi untuk meminta syafaat kubro di padang mahsyar karena kebijakan / kesalahan yang pernah diperbuatnya.

Ketujuh, malu karena cinta kepada Alloh SWT, bahkan ketika sendirian tidak ada seorangpun, sehingga ia selalu melakukan muraqabah, seperti kisah Nabi Musa As untuk tidak mandi dalam keadaan telanjang.

Kedelapan, malu karena ‘ubudiyah yang bercampur antara cinta, harap, dan takut. Seorang hamba akan malu karena yang disembahnya terlalu Agung padahal dirinya terlalu hina, sehingga mendorongnya untuk selalu taqwalloh.

Kesembilan, malu karena kemulian seorang hamba yang wara’ dan muru’ah sehingga biarpun ia telah memberi dan berkorban dengan mengeluarkan sesuatu yang baik, toh ia masih marasa malu karena kemuliaan dirinya. Seperti malunya Umar bin Khottob melihat kedermawanan Abu Bakar.

Kesepuluh, malu terhadap diri sendiri karena keagungan jiwa seorang hamba atas keridhaan perbuatan baik dirinya dan merasa puas terhadap kekurangan orang lain. Seolah-olah mereka mempunyai dua jiwa, yang satu malu dengan yang lainnya.

Tip Menjaga Sifat Malu

Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshary Al Badry r.a dia berkata, Rosululloh SAW bersabda; “Sesungguhnya ungkapan yang telah dikenal orang-orang dari ucapan nabi-nabi terdahulu adalah: Jika engkau tidak malu perbuatlah apa yang engkau suka.” [HR Bukhori]

Hadits di atas mengisyaratkan bila rasa malu telah hilang dalam hati seseorang, maka dia telah terjerumus menjadi manusia yang hilang akalnya, sehingga berbuat sesuka hatinya tanpa mengindahkan lagi aturan Alloh SWT maupun kehormatan dirinya.

Di bawah ini beberapa cara agar sifat malu masih tertanam dalam diri kita.

1. Berdoa tiap saat agar Allah terus memberi hidayah dan taufiq Nya. Serta berharap agar terus-menerus dalam pengawasan dan lindungan Allah

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rosululloh bersabda: ”Sesungguhnya Alloh yang Maha Mulia dan Maha Agung, bila berkehendak menjatuhkan seseorang maka Alloh cabut dari orang itu rasa malunya. Ia hanya akan menerima kesusahan (dari orang banyak yang marah kepadanya). Melalui ungkapan kemarahan itu, hilang pulalah kepercayaan orang kepadanya.”

Mudah-mudahan diri dan keluarga kita terhindar dari tercabutnya rohmat Alloh, sehingga Alloh tidak mencabut rasa malu yang kita miliki.

2. Munculkanlah setiap saat perasaan malu jika ingin melakukan hal-hal yang dilarang Alloh

Rasa malu pada sesama akan mencegah seseorang dari melakukan perbuatan yang buruk dan akhlak yang hina. Sedangkan rasa malu kepada Alloh akan mendorong untuk menjauhi semua larangan Alloh dalam setiap kondisi dan keadaan, baik ketika bersama banyak orang ataupun saat sendiri tanpa siapa-siapa menyertai.

Hendaklah tertanam setiap saat perasaan malu kepada Allah Ta’ala, dan kalau pun sudah tidak malu kepada Allah Ta’ala, setidaknya malu kepada malaikat yang tiap saat mencatat amal pebuatan kita. Jika tidak malu kepada malaikat, malulah kepada manusia, atasan kita, teman-teman kita. Jika tidak malu kepada manusia, malulah kepada keluarga di rumah, kalau pun tidak malu kepada keluarga, maka malulah kepada diri sendiri dan hendaklah jujur bahwa apa yang dilakukannya adalah kesalahan, minimal meragukan. Namun malu yang benar, pamrihnya hanya kepada Alloh, bukan pada yang lain.

3. Pupuklah iman dalam hati dan diri kita. Sebab antara iman dan rasa malu itu saling bergandengan

Nabi bersabda, الحياء و الإيمان قرنا جميعا فإذا رفع أحدهما رفع الآخر

“Rasa malu dan iman itu terikat menjadi satu. Jika yang satu hilang maka yang lain juga akan hilang.” [HR. Hakim]

4. Ingatlah kematian jika akan melakukan maksiat

Nabi menjelaskan bahwa tanda memiliki rasa malu kepada Alloh adalah menjaga anggota badan agar tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Alloh.

Mengingat kematian, adalah cara tepat mencegah perbuatan maksiat.

“Hendaklah kalian malu kepada Alloh Azza wajalla dengan sebenar-benarnya malu. Barangsiapa malu kepada Alloh Azza wajalla dengan sebenar-benarnya malu, maka hendaklah ia menjaga kepala dan apa yang ada padanya, hendaklah ia menjaga perut dan apa yang dikandungnya, dan hendaklah ia selalu ingat kematian dan busuknya jasad. Barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang mengerjakan yang demikian, maka sesungguhnya ia telah malu kepada Alloh Azza wajalla dengan sebenar-benarnya malu.” [HR. at-Tirmidzi, Ahmad, al-Hakim].

Mari sudah menapaki 1/3 mlm akhir.... mari kita barokahkan wkt dg tetep jaga hati luruskan niat tulus ikhlas karna Alloh। Semoga kita termasuk golongan orang2 yg d rindukan syurga, aamiin....

by :أبو هريره

0 Response to "Peliharalah Rasa Malumu!"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel